Kamis, November 20, 2008

Murid SDN 12 Pemongkong belajar di Gubuk

                                                           Fathul/Lombok post

Kemarau Dipenuhi Debu, Musim Hujan Dipenuhi Lumpur.

Cerita sekolah reot di novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi seertinya bukan hanya milik pulau Belitong saja. ini masih terjadi di lombok. Sekolah "Laskar Pelangi" ini terjadi juga di SDN 12 Pemongkong Kec. Jerowaru Lombok Timur. Sebagian muridnya belajar di kelas darurat. Kondisi ini sudah berlangsung 3 tahun.

ada 3 kelas yang belajar di dalam gubug ini. kelas 1 dan kelas 2 gabung menjadi 1 sementara kelas 6 di gubug lainnya yang kondisinya lebih baik. untuk kelas 1 dan kelas 2 mereka belajar hanya diatapi ilalang, tanpa pagar pembatas "ini saja sudah rusak kalau hujan, bocor, air juga banyak yang masuk karena tidak ada pagarnya" ujar HM. Nurullah guru kelas 1. 

Ruang kelas 6 juga tidak lebih baik bedanya ruang kelas 6 tidak terbuka langsung tapi masih ada pagar yang menjadi "tembok", tapi tetap saja angin dengan mudah masuk, maklum lubang pagarnya cukup besar. Ruang kelas yag memprihatinkan ini diperparah lagi dengan lantainya yang masih dari tanah. Disaat musim kemarau dipenuhi debu, saat hujan lantai penuh lumpur. Untuk buku pelajaran murid harus antri, maklum buku paket di sekolah ini masih bisa dihitung dengan jari.

Sekolah yang pada saat ini memiliki 199 murid pada tahun 2009 akan menamatkan perdana muridnya. itu yang menjadi beban Sahman cs. Disatu sisi pemerintah mematok harus sama standar nilai kelulusan tapi disisi lain tidak bisa meratakan fasilitas.

Kondisi menyedihkan lainnya adalah keberadaan guru. dari 199 murid hanya diajar 3 guru PNS plus 1 orang kepala sekolah.

komentar anda ?

sumber : Lombok Post (20/11/08)

Rabu, November 19, 2008

PELATIHAN WEBSITE di KANWIL NTB

'peserta tampak bersemangat mengikuti pelatihan'


"Laju perkembangan informasi yang super cepat dewasa ini menuntut karyawan lebih kreatif dan beradaptasi dengan perubahan tersebut. Orang yang tidak mampu berkolaborasi dengan derasnya laju informasi tersebut akan "mati" perlahan-lahan"
Hal tersebut disampaikan Kasubbid Penyelengaraan Website Depag RI Drs. Faried N. Arif pada pembukaan kegiatan Pelatihan Website di Ruang Simpadu Kanwil Depag NTB, Selasa, 18 Nov '08 .
Ditambahkan, presiden terpilih Amerika Serikat Barack Obama dalam kampanyenya menggunakan media online untuk memikat para pemilih muda di sana. Hal tersebut ternyata berhasil menarik simpati massa hingga membawanya terpilih sebagai presiden ke 44 AS.
Pentingnya meda online, salah satunya internet untuk mencitrakan diri, organisasi, produk dan sejenisnya semakin dirasakan manfaatnya saat ini. Orang di seluruh belahan dunia bisa mengakses dan berkomunikasi dengan kita melalui e-mail, milist, chatting, website ataupun melalui Blog yang sedang tren saat ini. Interaksi antar pengguna bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan dalam waktu yang bersamaan.
Melihat fenomena yang ada tersebut Bid. Penyelenggaraan Website Depag mengadakan Pelatihan Website di Kanwil Depag NTB. Pelatihan sehari penuh tersebut memfokuskan pada pengenalan dan pengorganisasian Website Kanwil Depag NTB yang baru saja diluncurkan.
Akrom Abdullah yang didaulat sebagai pemateri menjelaskan secara gamblang tentang pengelolaan situs web Kanwil Depag NTB, mulai dari pengenalan hingga bagaimana cara memasukkan dan mengedit berita dan sebagainya.
semoga bermanfaat

Sabtu, November 01, 2008

Ratusan Calon Haji Asal NTB Batal Berangkat



Hingga berakhirnya batas waktu

pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 10 September 2008, tercatat sekitar 110 Jamaah Calon Haji (JCH) Nusa Tengggara Barat (NTB) dipastikan batal berangkat. 


"Dengan batalnya berangkat karena tidak melunasi BPIH, hak mereka untuk berangkat pada musim haji 2008 terpaksa dialihkan kepada JCH lain yang semula berangkat tahun 2009," kata Humas Kanwil Departemen Agama NTB, Drs. H. Maad Umar di Mataram, Sabtu (13/9). 

Saat akan mengikuti rapat persiapan pelantikan gubernur terpilih di DPRD NTB dia menjelaskan, selain karena tidak melunasi BPIH batalnya keberangkatan lebih dari 100 JCH NTB tahun 2008, bukan semata faktor keuangan tetapi hal lain seperti kesehatan, meninggal dunia dan ingin bersama-sama berangkat suami-istri. 

"Karena berdasarkan data ada yang suaminya mendaftar tahun 2005 berangkat tahun 2008 dan istrinya mendaftar tahun 2006 berangkat tahun 2009, sehingga mereka memutuskan untuk menunda agar bisa bersama-sama," katanya. 

Menurut ketentuan jika setelah batas waktu pelunasan BPIH tidak dapat dipenuhi oleh para JCH, maka terpaksa dialihkan kepada JCH lain, karena yang menuggu jumlahnya cukup banyak lebih dari puluhan ribu orang. 

Sementara itu, Kabid Haji dan Umroh, Kanwil Depag NTB, M. Ali Fikri mengatakan, besar BPIH untuk tahun 2008 sebesar Rp32.242.220 perorang belum termasuk ongkos tiket angkutan udara dari Bandara Selaparang Mataram menuju Bandara Juanda Surabaya. "Sementara jumlah JCH NTB yang terdaftar sekarang sebanyak 4.464 orang diantaranya 4.228 telah melunasi BPIH dan mereka telah diberikan penataran tentang manasik haji," katanya. 

JCH NTB hingga kini masih menggunakan embarkasi haji "antara" karena belum adanya Bandara yang bisa didarati pesawat berbadan lebar. "Untuk itu jika Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah rampung maka otomatis JCH NTB tidak lagi memakai embarkasi antara di Juanda Surabaya," katanya. (Ant/OL-06)

sumber : mediaindonesia.com

Saatnya, (Tuan Guru Bajang) Memimpin Perubahan

100_9390.jpg

Dalam lagu Indonesia Raya, ada kata-kata Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya. Jadi, yang pertama kita perbaiki di jajaran birokrasi ini adalah membangun jiwa dan moral birokrat kita” (Lombok Post, 27 Oktober 2008). Demikian ungkapan TGH. Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang, Gubernur termuda di Indonesia yang memimpin provinsi NTB.

Masih hangat pemberitaan di Lombok Post sebulan terakhir mengenai mulai diimplementasikannya Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 2008 mengenai Struktur Organisasi Perangkat Daerah. Para pejabat di provinsi maupun di kabupaten/kota ketar-ketir menghadapinya, ada yang bernasib mujur masih dipercaya menduduki jabatan bahkan dipromosi akan tetapi bagi mereka yang apes di-non job-kan, seperti mutasi pejabat di provinsi NTB beberapa waktu lalu, dan beberapa kasus di kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan terakhir di kota Mataram.

Mutasi yang pada hakekatnya adalah dinamika organisasi yang berubah, tumbuh dan berkembang, tetapi tetap saja membawa kegetiran bagi SDM organisasi. Pertanyaannya, bagaimana seharusnya pemimpin dan SDM organisasi dalam menghadapi perubahan yang sangat cepat sedangkan pengalaman masa lalu tidak cukup untuk menjelaskan masa depan ?

Transformasi Birokrasi

Dalam agenda prioritas Gubernur NTB yang baru adalah pemberantasan korupsi di jajaran birokrasi, dengan memfasilitasi penandatanganan MoU anti korupsi antara BPKP RI Perwakilan Denpasar, Kejari NTB dan Polda NTB, dan bagi pejabat eselon II dan III menandatangani Pakta Integritas, yang salah satu isinya adalah kesiapan pejabat untuk langsung mengundurkan diri dari jabatannya jika diisukan terkait korupsi.

Komitmen dan gerakan tersebut haruslah didukung oleh semua elemen masyarakat untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good govenance). Karena penyakit yang selama ini menyengsarakan daerah dan bangsa kita adalah budaya korupsi. “…management deals mostly with status quo, and leadership deals mostly with change..” demikian pendapat pakar transformasi budaya organisasi, John P. Kotter. Transformasi merupakan tugas pemimpin puncak, karena berkaitan dengan perubahan minset dan perilaku yang berkaitan dengan determinan budaya, sehingga lebih mendasar daripada reformasi birokrasi yang bersifat struktural. Namun demikian, keduanya, reformasi, apalagi transformasi harus didorong dari atas (top-down) dengan political will yang kuat disertai keteladanan.

Transformasi berwujud suatu perubahan besar dan radikal yang terjadi di suatu organisasi, seperti layaknya perubahan dari kepompong menjadi kupu-kupu. Suatu perubahan yang tidak cukup hanya dilakukan secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah (incremental), tetapi serentak secara simultan, apalagi menghadapi dinamika perubahan yang demikian cepat. Jadi, jangan berharap reformasi birokrasi, misalnya bisa terjadi, bila pimpinan puncak tidak memiliki visi dan keinginan kuat untuk suatu perubahan.

Padahal mengelola perubahan saat ini dianggap isu utama dalam agenda kepemimpinan kita ke depan. Barack Obama kandidat presiden Amerika misalnya, dengan slogan kampanyennya: “Change, We Need”, dan banyak lagi slogan-slogan dan rumusan dari beberapa calon presiden nasional untuk pilpres tahun 2009.

Sadar akan misi perubahan tersebut, seharusnya kita bisa berperan dalam “kafilah masa depan” dengan menerima tantangannya. Dan jangan hanya disibukkan oleh ruang masa lalu. Kita harus mengambil bagian dalam kebangkitan masa depan itu, karena jika tidak demikian, kita akan tertinggal bahkan tergilas oleh zaman.

Jika mengadopsi “The Ten Challengers and Pain” (Paulus Bambang) yang dihadapi korporat dan mengadaptasinya ke sektor pemerintahan, setidaknya bisa diindentifikasi adanya empat permasalahan mendasar yang memerlukan trasformasi budaya, yaitu pengelolaan perubahan (managing change), pengembangan kepemimpinan (develop leader), pengelolaan SDM (managing people), dan budaya kerja (governance culture).

Paradigma baru, pemerintahan baru, ilmu dan teknologi baru, informasi baru, pendekatan baru silih berganti membawa perubahan dalam sejarah peradaban bangsa kita. Perubahan semakin besar terasa, ketika perputarannya semakin cepat seperti sekarang ini. Di era yang diwarnai dengan gejolak perubahan, mempertahankan status quo bukanlah keputusan yang bijak. Ketika segala sesuatu di sekitar kita berubah, maka perubahan bukan lagi satu pilihan, melainkan keharusan.

Namun, mendengar kata “perubahan” mungkin saja banyak orang yang menjadi khawatir. Menurut John P. kotter dan S. Cohen dalam bukunya “The Heart of Change”, orang terdorong untuk berubah karena ia “melihat” urgensi untuk berubah, “merasakan” kepentingan untuk berubah, dan untuk selanjutnya siap “melakukan”perubahan. Memang Kotter sendiri juga menyadari, bahwa setiap kali manusia dipaksa untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi yang berubah, disitu selalu ada kegetiran.

Ketiga prinsip di atas: “melihat”, “merasakan”, dan melakukan” ternyata bukan bermuara pada pendekatan manajemen, teknis, anggaran, atau pun pendekatan ilmiah yang canggih lainnya, melainkan pada SDM yang terlibat dalam perubahan tersebut. Dengan demikian juga harus berujung pada perubahan sikap manusia.

Memimpin dengan Aksi

Arthur M. Schlesinger Jr dalam bukunya “Dis-Uniting of Amerika: Reflection on A Multicultural Society” (1992), menyatakan bahwa banyak negara di dunia pecah karena gagal memberikan alasan-alasan yang kuat kepada bangsanya yang berasal dari berbagai latar belakang etnis untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari negara yang sama.

Inilah yang sedang dialami oleh Negara dan bangsa kita saat ini. Agaknya kita telah lupa tentang tujuan bersama. Kalau pun ingat-mewujudkan masyarakat adil dan makmur, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia-itu pun miskin implementasi dengan diiringi kurangnya mutual-trust di antara sesama komponen bangsa.

Bertolak dari fakta empirik itu, maka yang dibutuhkan daerah dan bangsa ini adalah tipe kepemimpinan pekerja (work leader), petarung yang tidak sekedar duduk di meja, tetapi memimpin dengan aksi yang memimpin dengan bekerja. Dalam kaitan dengan itu, analisa John H. Zenger dan Joseph Folkman (dalam Lestari, SwaOnline, 2007) menyimpulkan, kompetensi kepemimpinan unggul dikelompokkan dalam lima klaster: (1) karakter, (2) kemampuan personal, (3) keahlian interpersonal, (4) fokus pada hasil, dan (5) memimpin perubahan organisasi. Lima kompetensi tersebut berfungsi sebagai tiang penyangga dan penyungkit kepemimpinan ke level lebih tinggi yang unggul. Diantara kelimanya, karakter merupakan titik sentral, sedangkan elemen lainnya adalah komponen pendukungnya. Elemen keempat dari dari kompetensi kepemimpinan, yaitu fokus pada hasil (outcome) mencakup kemampuan mewujudkan gagasan menjadi serangkaian aksi yang berkelanjutan (sustainable), adalah bagian substansi dari kepemimpinan unggul yang memimpin dengan aksi.

Membangun Etos Keunggulan

Menjadi kewajiban kita semua, agar bisa membawa daerah kita (NTB) dapat bersaing dengan daerah lain sehingga kita tidak lagi berada di level bawah, menapaki tegalan berbatu-batu, lalu mendaki bukit keberhasilan dimana NTB bisa sejajar dengan daerah maju lainnya. Untuk itu kita harus menumbuhkan sebuah kultur baru: “a culture of excellence”-kultur keunggulan-di semua bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan.

Tetapi, tak ada keunggulan apabila kita tidak mampu mendengar panggilan Suara Tuhan, Suara Rakyat. Karena, pondasi segala prestasi keunggulan adalah spiritualitas: nurani yang jernih, hati yang bening, dan akalbudi yang cerah. Dan semuanya itu harus dibasiskan pada prinsip-prinsip sejati: apabila orang bekerja berdasarkan panggilan jiwanya maka ia akan unggul melampaui yang lain. Begtulah mula kisah kemajuan bangsa-bangsa lain, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Jim Collins dalam “Good to Great” (Sinamo, 2007) menampilkan hasil studinya tentang elemen menjadi great company: kepemimpinan yang professional namun rendah hati, pemilihan SDM yang tepat, tegar menghadapi realita, selalu melakukan yang terbaik, membangun kultur disiplin, dan pilihan teknologi yang pas sebagai akselator. Masih ditambahkan, bahwa excellence itu digerakkan oleh visi akbar yang menggetarkan bahkan sanggup meminta pengorbanan dari segenap warganya, dipandu oleh strategi cerdas agar sumberdaya yang terbatas pun bisa cukup, dimotori oleh inovasi-inovasi kreatif, dikawal oleh sikap antisipatif, dan didukung oleh karakter ketekunan.

Apa pun komposisinya, akhirnya kita menyimpulkan bahwa basis keunggulan suatu produk, organisasi, bahkan sebuah bangsa, nyata-nyata dan tak bisa lain, ialah manusia unggul juga: spiritualitasnya, intelektualitasnya, dan etos kerjanya. Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya ! Semoga bermanfaat [s7].

oleh : SU7AS [humaskanwildepagntb]