Senin, Juni 30, 2008

Budaya Sasak Lombok

H. Sudirman, S.Pd.

Budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan (Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 1997 : 149). E.B. Taylor menguraikan bahwa budaya meliputi aspek-aspek pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tim Dosen UNJ, 2004 : 27). Sedangkan Sasak Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu, yang berasal dari kata ” Sa’sa’ Loombo” yang berasal dari sa`= satu dan lombo` = lurus. maka, Sasak Lombok berarti satu-satunya kelurusan. Orang Sasak Lombok kurang lebih artinya orang yang menjunjung tinggi kelurusan/kejujuran/polos.
Dengan demikian, Budaya Sasak Lombok adalah bahwa budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh dalam kehidupan masyakarat Sasak Lombok.
A.Peran
Dalam perjalanan sejarah orang-orang Sasak Lombok sejak eksistensinya di Gumi Sasak tentu memiliki nilai-nilai yang diekspresikan, dihormati, dan dipegang teguh (budaya). Seiring perjalanan waktu, budaya-budaya tersebut mengalami pasang surut perkembangan karena munculnya tokoh-tokoh pembaharu yang berupaya untuk mengkaji ulang kembali dengan tujuan menggantikannya atau memperbaiki sebagiannya. Bagaimanapun proses perubahan-perubahan yang terjadi, marilah kita mencoba mengkaji juga peran budaya dalam kehidupan bermasyarakat,
Budaya terkadang bersifat sangat abstrak dan menjadi wadah perekat sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Didalamnya terjadi interaksi sosial yang dapat menjalin dan menumbuhkembangkan rasa persaudaraan dan kebersamaan. Untuk dapat sedikit memberikan gambaran tentang peran budaya sebagai perekat social dalam kehidupan bermasyarakat. Diuraikan tradisi-tradisi (kebiasaan-beiasaan), antara lain :
1.Saling sapa dan jabat tangan, sederhana memang kelihatannya perlakuan seperti ini akan tetapi orang lain dapat memberikan penilaian yang baik sehingga akan semakin tumbuh kebersamaan, dan rasa kekeluargaan
2.Bersilaturrahmi, menjengok orang sakit, Bersilaturrahmi yang dilakukan bukan hanya sebatas ketika membutuhkan orang yang bersangkutan. Hal ini memiliki dampak psikologis yang kurang baik terhadap orang yang didatangi. Oleh karena itu, membutuhkan atau tidak sangatlah tepat untuk terus dilakukan, ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, menjenguk orang yang sakit, sungguh hal ini dapat memberikan motivasi, semangat yang besar bagi yang sakit sehingga proses penyembuhannya semakin cepat. Tentunya, orang yang sakit selalu akan mengingat kebaikan-kebaikan dari penjenguk. Hal ini merupakan suatu bentuk perekat sosial yang sangat baik
3.Saling menghargai, Adanya penerimaan dan bersedia sebagai obyek ketika subyek memiliki pendapat. Saling menghargai bukan hanya inter golongan akan tetapi juga antar golongan termasuk perbedaan suku, ras, dan agama. Di Lombok secara lebih khusus, haruslah kita melestarikan hubungan dengan beberapa etnis yang ada seperti etnis Bali, Cina, Arab dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kita harus menghilangkan, atau meminimalisir disharmoni antar golongan tersebut. Dalam hal ini, Perlu disajikan apa yang ditulis oleh I Gde Mandia, AH dan I Ketut Panca Putra, BA dalam sebuah artikel Melestarikan Hubungan Harmonis Antara Etnis Sasak dan Bali di Lombok Tahun 2002, sebagai berikut :
“Khususnya kami yang mewakili etnis Bali menyampaikan terimakasih yang dalam, kepada saudara-saudara kami etnis Sasak yang dalam hal ini berposisi sebagai tuan rumah yang bukan saja baik, tapi sangat baik. Bukan saja baik terhadap etnis Bali tetapi kepada semua etnis pendatang”.
Akan tetapi perlu pula disajikan apa yang ditulis oleh Ir H. Jelengga dalam sebuah tulisan “Kerajaan Pejanggik & Pasca Pejanggik (Sejarah Lombok Versi Pejanggik)” sebagai berikut :
“Keberadaan suku Bali yang beragama Hindu di-Lombok, telah melalui proses panjang dan kenyataan sejarah, sehingga mereka berhak disebut dan menyebut dirinya Orang Lombok Ber-Etnis Bali. ….Ekspansi Karang Asem berlatar belakang ekonomi bukan politik karena pada kenyataannya lebih banyak orang Hindu masuk Islam daripada Orang Islam khususnya Sasak yang masuk Hindu….Bahwa sejarah adalah masa lalu yang telah lenyap. Kita tidak bisa memutar peredaran waktu mundur ke belakang menghapus dan meniadakan yang pahit dan yang buruk dan tidak bias diukur dengan nilai masa kini. Yang terpenting adalah mengambil hikmah dan pelajaran dari masa lalu untuk menapak masa depan. Bahwa kita bias hidup dengan kebersamaan di tengah perbedaan karena perbedaan adalah hikmah. Tuhan sengaja menciptakannya untuk kita saling kenal mengenal”

Selain peran-peran tersebut, budaya memiliki peran-peran yang sangat strategis untuk menunjukkan karakteristik masyarakat, asset pariwisata budaya, rekreasi bagi bagi masyarakat dan lain-lain.
Untuk memaksimalkan peran budaya tentunya harus didukung etika, sopan santun agar membuahkan pandangan yang menyenangkan baik dari segi martabat ”quality” dan penampilan ”appearance” yang baik, meliputi : (Umar Berlian, 2008)
1.Keluwesan ”charme” yaitu suatu sikap dan keadaan pribadi seseorang yang menggambarkan kebaikan hati dan perhatian terhadap sesama manusia.
2.Cara berpakaian yang menyangkut kecocokan, keserasian, dan ketepatan situasi dan kondisi, harus menampakkan kerapian, dan senang dipandang, terlebih lagi kita berada dalam suatu pergaulan resmi seperti menghadiri acara resmi kemasyarakatan
3.Cara bercakap-cakap. Orang dapat menarik percakapannya karena ia berpengalaman luas atau cara-caranya ia menerangkan sesuatu. Perlihatkan bahwa kita memberikan perhatian terhadap orang lain. Jikalau kita tidak memiliki pembawaan untuk bercakap-cakap dengan mudah, kita dapat menyesuaikannya dengan cara mendengarkan pembicaraan orang lain sepenuhnya.
4.Menata gerak-gerik fisik seperti berjalan, duduk, makan dan minum dan berbicara dihapan umum ”public speaking”. Pada prinsipnya kita harus dapat melakukannya dengan baik dan mengaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
B.Nilai-Nilai
Budaya memiliki nilai-nilai yang dapat mengantarkan masyarakat pendukungnya menuju kehidupan yang lebih baik. Budaya Sasak memiliki nilai-nilai filosofis yang agung, justru menjadi sebuah konsep dalam peradaban modern. Beberapa konsep-konsep yang dimaksudkan antara lain :
1.Pemerintahan yang bersih (Clean Goverment() terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Ketika mereka menyelesaikan sebuah kasus (Problem Solving), mereka melalui musyawarah (demokrasi) yang dilaksanakan di tempat terbuka seperti berugak, mereka duduk secara bersama tanpa ada yang harus disembunyikan,
2.Perlindungan terhadap alam (Save Our Nation), permasalahan yang saat ini sedang mengemuka adalah “pemanasan global”. Perlindungan terhadap alam, para pendahulu kita sebelum melakukan proses penanaman padi ataupun penebangan kayu mereka awali dengan upacara “Ngayu-Ayu”, yang berisi pesan-pesan moral untuk tetap memperhatikan kelestarian alam, mereka tidak sembarangan kalau mau memanfaatkan sumber daya alam,
3.Ketahanan Pangan (Food Survival), nenek moyang di Gumi Sasak, jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka menyimpan padi di lumbung dengan menggunakan sekat-sekat. Sekat-sekat tersebut menunjukkan adanya tahapan pemanfaatan secara teroorganisir artinya bila telah sampai pada tahapan akhir. Harus warning untuk mereka berhemat-hemat dalam mempergunakan bahan pangan.
4.Persatuan, Kesatuan dan Rela Berkorban, budaya bau nyale memiliki nilai filosofis yang sangat dalam. Dalam sebuah legenda, ketimbang akan menimbulkan perpecahan di antara sesama, maka Putri Mandalika mengorbankan dirinya sehingga seluruhnya dapat mengambil manfaat darinya.
5.Keselamatan, seperti acara Rebo Buntung yang dilaksanakan pada hari Rabu, minggu terakhir di bulan Safar. Khusus di Pringgabaya, tradisi tersebut dilakukan dengan membuang tiga macam sunsunan sebagai perlambang adanya tiga fase yang dilalui oleh masyarakat sasak serta bertujuan untuk menolak bala. Tiga macam sunsunan tersebut yaitu
a.Sunsunan Ratu, yang di dalamnya terdapat Ayam Hitam melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase animisme
b.Susunan Wali, yang didalamnya terdapat Ayam Bengkuning melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase Islam Wetu Telu (Sinkretisme antara ajaran Animisme, Hindu dan Islam)
c.Sunsunan Rasul, yang di dalamnya terdapat Ayam Putih Mulus melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak sedang melalui fase Islam Waktu Lima (sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW) seperti yang sekarang ini.
6.Keimanan terhadap Allah SWT, dalam berpakaian masyarakat suku Sasak menggunakan sapu’ (ikat kepala) yang ujung bagian depannya lancip ke atas, menunjukkan akan pengakuannya terhadap Allah SWT. Dimana saja dia berada harus ingat kepada Sang Khalik yang menciptakannya

C.Internalisasi
Perkembangan sains dan teknologi di abad ultra modern ini telah memberikan manfaat terhadap hidup dan kehidupan manusia, akan tetapi disisi yang lain telah memberikan dampak yang sangat memprihatinkan terhadap minusnya apresiasi nilai-nilai yang telah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat. Minusnya nilai-nilai tersebut berimbas terhadap pola prilaku dan dekadensi moral yang kian sulit diatasi. Egoistis dan individualistis semakin mengedepan. Pembunuhan, pemerkosaan, perampokan serta kenakalan remaja yang kita saksikan lewat media massa merupakan masalah eksponensial yang harus dicarikan solusi pemecahan masalahnya.
Kehilangan jati diri berarti kehilangan nilai-nilai yang mengakar dan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Bangsa yang maju adalah bangsa yang dapat membangun dengan karakteristiknya tanpa harus meniru bangsa lain. Dengan kata lain “Pembangunan yang dilakukan dengan meninggalkan nilai-nilai budaya suatu bangsa adalah kemustahilan”. Kalaupun ada bangsa yang disebut maju, kemudian meninggalkan nilai-nilai yang paling hakiki dalam hidupnya, manusia sesungguhnya kemajuan semu dan gersang yang diperoleh. Oleh sebab itu, perlu dilakukan internalisasi nilai-nilai budaya yang positif melalui lingkungan keluarga (informal), lingkungan masyarakat (non formal), lembaga pendidikan (formal).
Jika dalam penulisan artikel ini terdapat kekurangan, tiang nunas ma’af yang sebesar-besarnya. “te saling junjung leq kebagusan, te saling periri leq kekurangan” tiang sudah berupaya untuk menulis sebagaimana Songgak Sasak “aik mening tunjung tilah, mpak bau”. (ibarat mengambil helai rambut dari tepung).


Penulis,
H. Sudirman, S.Pd. (Masbagik, 1969).
Guru YDPK MTsN Model Selong

OPTIMIS !

ORANG OPTIMIS BUKANLAH ORANG YANG KARENA MELIHAT JALAN MULUS DI HADAPANNYA, TETAPI ORANG YANG YAKIN 100% DAN BERANI UNTUK MENGATASI SETIAP TANTANGAN YANG MENGHADANG. (Le guan zhe yu bei guan zhe)
Ada 2 macam manusia dalam menyikapi hidup ini, satu sikap orang yang pesimis dan ke-dua adalah orang yang bersikap optimis.
Tipe pertama orang pesimis, bagi orang pesimis kehidupannya lebih banyak dikuasai oleh pikiran yang negatif, hidup penuh kebimbangan dan keraguan, tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, kepercayaan dirinya mudah goyah dan mudah putus asa kalau menemui kesulitan atau kegagalan, selalu mencari alasan dengan menyalahkan keadaan dan orang lain sebagai proteksi untuk membenarkan dirinya sendiri, padahal di dalam dirinya dia tahu bahwa betapa rapuh mentalnya, orang pesimis lebih percaya bahwa sukses hanyalah karena kebetulan, keberuntungan atau nasib semata.
Tentu orang dengan sikap mental pesimis seperti ini, dia telah mengidap penyakit miskin mental, jika mental kita sudah miskin, maka tidak akan mampu menciptakan prestasi yang maksimal dan mana mungkin nasib jelek bisa dirubah menjadi lebih baik.
Tipe ke 2 adalah orang optimis, bagi orang yang memiliki sikap optimis, kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. orang optimis bukanlah karena melihat jalan mulus di hadapannya, tetapi orang yang mempunyai keyakinan 100% dalam melaksanakan apa yang harus diperjuangkan, orang optimis tahu dan sadar bahwa dalam setiap proses perjuangannya pasti akan menghadapi krikiil -krikil kecil ataupun bebatuan besar yang selalu menghadang!
Orang optimis siap dan berani untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang merintanginya, Bahkan disaat mengalami kegagalan sekalipun tidak akan membuat dia patah semangat, karena dia tau ada proses pembelajaran disetiap kegagalan yang dia alami.
Tentu orang yang punya sikap mental optimis demikian adalah orang yang memiliki kekayaan mental. dan Hanya orang yang mempunyai kekayaan mental, yang mampu mengubah nasib jelek menjadi lebih baik.
Jika anda, saya dan kita semua secara bersama-sama mampu membangun kekayaan mental dengan berkesinambungan, mampu menjalani hidup ini dengan optimis dan aktif, tentu secara langsung akan berpengaruh pada kehidupan kita pribadi serta kehidupan keluarga, dan dari kehidupan keluarga -keluarga yang semangat, optimis dan aktif akan mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas, yang pada akhirnya akan menjadi kekuatan sinergi sebagai kontributor dalam membangun Indonesia sekaligus mengembalikan jati diri bangsa! Kalau bukan kita yang membangun Indonesia, lalu siapa?