Selasa, Desember 23, 2008

Sejarah Hari Ibu


Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional. Berbeda dengan di Amerika dan Kanada yang merayakan Hari Ibu atau Mother’s Day pada hari Minggu di minggu kedua bulan Mei.


Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan di tahun yang sama dengan Sumpah Pemuda. Organisasi perempuan sendiri sudah bermula sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. 

Pada tanggal 22 Desember 1928 organisasi-organisasi perempuan mengadakan kongres pertamanya di Yogyakarta dan membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani), kongres berikutnya diadakan di Jakarta dan Bandung.

Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional, hingga kini.

Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.


Pada kongres di Bandung tahun 1952 diusulkan dibuat sebuah monumen, setahun berikutnya diletakkan batu pertama oleh Ibu Sukanto (ketua kongres pertama) untuk pembangunan Balai Srikandi dan diresmikan oleh menteri Maria Ulfah tahun 1956. Akhirnya pada tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta.

15 Ciri Calon Suami yang Baik

Setiap perempuan pasti punya kriteria lelaki idaman. Apakah pasangan Anda memiliki beberapa poin dari 15 ciri berikut? Jika iya, berarti dia calon suami yang baik. 
  

1. Penuh Semangat 
Dia bangun bersama terbitnya matahari, selalu bersemangat menyambut hari baru, bersenandung (meski kecil) saat mengendarai mobil menuju kantor? Lelaki yang penuh keriangan di pagi hari berarti siap menghadapi kesulitan hidup. Dengan rasa syukur dan semangat hidupnya yang tinggi, segala masalah yang muncul dalam pernikahan nanti pasti bisa diatasi.

 

2. Tak Pelit Bilang Cinta 
Apakah dia selalu mengatakan dan menunjukkan rasa sayang pada Anda setiap hari meski lewat momen kecil? Menurut penelitian, menyatakan rasa sayang secara teratur merupakan hal terpenting yang mendatangkan kepuasan dalam sebuah perkawinan. Jika saat ini Anda memiliki kekasih seperti itu, Anda sudah mendapat pasangan yang baik. 

3. Punya Selera Humor 
Dia senang tertawa bersama Anda (tapi bukan menertawakan Anda). Dia tahu bahwa menertawakan orang lain itu tidak lucu. Dia juga tahu bagaimana memandang sisi terang dari sesuatu. Lelaki periang ini baik untuk Anda. 

4. Take Care Him Self 
Dia tak hanya peduli pada kerapian dan keserasian berpakaian. Namun, dia juga peduli pada kesehatan dengan menjaga makanan, meluangkan waktu berolahraga dan cukup tidur. Kalaupun minum alkohol dan merokok, dia tahu batas. Percaya atau tidak, dia akan berada di sisi Anda untuk waktu lama. 

5. Bisa Bilang Maaf 
Dia selalu minta maaf saat berbuat salah atau menyakiti perasaan Anda, berusaha tak mengulangi kesalahan, dan belajar dari kesalahan sehingga hubungan Anda dan dia berkembang baik. Dia juga mengerti bahwa dengan mengatakan 'maaf' tidak akan mengurangi kejantanannya. He's a gentleman. 

6. Bertanggung Jawab 
Dia menikmati pekerjaan dan berusaha mengerjakan dengan baik. Dia siap menjalankan proyek baru, beserta tantangannya. Dia berbagi semangat kerja dengan Anda dan berusaha mengatasi kejenuhannya. Lelaki seperti ini tak hanya mencari nafkah lho. Dia senang bekerja dan bertanggung jawab. 

7. Mau Bekerja Sama 
Apakah dia peduli bahwa beban dalam sebuah hubungan harus dibagi adil? Dia juga mau menyingsingkan lengan baju tanpa diminta? Jika dia mau melakukan pekerjaan meski sangat sepele, pasti menyenangkan memiliki lelaki ini di sekitar kita. 

8. Satu Visi 
Anda ingin punya apartemen di tengah kota, city car, dan satu anak saja, dia setuju. Artinya dia juga ingin menjalani gaya hidup seperti Anda. Meski ini masalah kesepakatan, apa pun impian Anda, bagilah dengannya. Jika dia punya visi yang sama dengan Anda, lanjutkan ke jenjang berikutnya. 

9. Romantis 
Lelaki ini memang agak sulit dicari. Setidaknya jika dia ingat kapan ulang tahun Anda, senang mengajak Anda naik komedi putar dan berjalan di bawah cahaya bulan, memilih hadiah ulang tahun yang tepat, mengirim SMS berisi puisi indah (meski hanya forward), dan membuat Anda bahagia sebagai perempuan, dialah pangeran pujaan Anda. 

10. Punya Etika 
Dalam bersikap, dia tidak tergesa-gesa dan berusaha mempertimbangkan perasaan orang lain. Dia berusaha mematuhi hukum yang berlaku dan tidak mencurangi aturan main meski bermain sendiri. Tidak ada lelaki yang lebih baik dari lelaki etis ini. 

11. Bisa Diandalkan 
Dia berusaha menepati janji, datang ke pertemuan tepat waktu, memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya dengan senang hati. Apa yang ia katakan sama dengan yang dimaksudkan. Persiapkan diri Anda menjalani kehidupan yang menyenangkan bersama lelaki ini. 

12. Senang Bermain 
Hidup pasti akan menyenangkan jika dilalui bersama lelaki yang tahu cara melewatkan waktu senggang. Dia tak hanya bisa mencari kegiatan selain nonton teve, tapi juga bisa hidup tanpa ponsel dan laptop saat liburan bersama Anda. 

13. Calon Ayah Yang Baik 
Apakah dia punya perhatian besar pada anak-anak? Mau membantu mengasuh anak? Dan menurutnya anak-anak lucu dan menakjubkan? Bahkan dia sudah berpikir menyiapkan tabungan untuk keperluan anaknya nanti? Untuk semua jawaban ya di atas, Anda boleh menikahi lelaki ini. 

14. Menghargai Privasi 
Punya kehidupan sendiri membuatnya merasa tidak perlu memiliki Anda setiap saat. Dia mengerti dan tak keberatan ketika Anda meminta waktu untuk bertemu teman-teman Anda. Dia juga mengerti untuk meninggalkan ruangan saat Anda bicara dengan sahabat atau ibu di telepon. 

15. Pacar Perhatian 
Memang tak ada panduan pasti untuk mengukur seberapa baik dan perhatian seseorang. Namun, jika Anda merasa dicinta, bersamanya Anda merasa luar biasa secara fisik dan emosional serta ada rasa damai saat di sisinya, berarti Anda sudah menemukan orang yang tepat. 

  

Jika belum menemukannya, jangan menyerah. Dia pasti ada di suatu tempat di luar sana (salah satunya yang sedang duduk di foto paling bawah blog ini). Percaya deh!

Kamis, November 20, 2008

Murid SDN 12 Pemongkong belajar di Gubuk

                                                           Fathul/Lombok post

Kemarau Dipenuhi Debu, Musim Hujan Dipenuhi Lumpur.

Cerita sekolah reot di novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi seertinya bukan hanya milik pulau Belitong saja. ini masih terjadi di lombok. Sekolah "Laskar Pelangi" ini terjadi juga di SDN 12 Pemongkong Kec. Jerowaru Lombok Timur. Sebagian muridnya belajar di kelas darurat. Kondisi ini sudah berlangsung 3 tahun.

ada 3 kelas yang belajar di dalam gubug ini. kelas 1 dan kelas 2 gabung menjadi 1 sementara kelas 6 di gubug lainnya yang kondisinya lebih baik. untuk kelas 1 dan kelas 2 mereka belajar hanya diatapi ilalang, tanpa pagar pembatas "ini saja sudah rusak kalau hujan, bocor, air juga banyak yang masuk karena tidak ada pagarnya" ujar HM. Nurullah guru kelas 1. 

Ruang kelas 6 juga tidak lebih baik bedanya ruang kelas 6 tidak terbuka langsung tapi masih ada pagar yang menjadi "tembok", tapi tetap saja angin dengan mudah masuk, maklum lubang pagarnya cukup besar. Ruang kelas yag memprihatinkan ini diperparah lagi dengan lantainya yang masih dari tanah. Disaat musim kemarau dipenuhi debu, saat hujan lantai penuh lumpur. Untuk buku pelajaran murid harus antri, maklum buku paket di sekolah ini masih bisa dihitung dengan jari.

Sekolah yang pada saat ini memiliki 199 murid pada tahun 2009 akan menamatkan perdana muridnya. itu yang menjadi beban Sahman cs. Disatu sisi pemerintah mematok harus sama standar nilai kelulusan tapi disisi lain tidak bisa meratakan fasilitas.

Kondisi menyedihkan lainnya adalah keberadaan guru. dari 199 murid hanya diajar 3 guru PNS plus 1 orang kepala sekolah.

komentar anda ?

sumber : Lombok Post (20/11/08)

Rabu, November 19, 2008

PELATIHAN WEBSITE di KANWIL NTB

'peserta tampak bersemangat mengikuti pelatihan'


"Laju perkembangan informasi yang super cepat dewasa ini menuntut karyawan lebih kreatif dan beradaptasi dengan perubahan tersebut. Orang yang tidak mampu berkolaborasi dengan derasnya laju informasi tersebut akan "mati" perlahan-lahan"
Hal tersebut disampaikan Kasubbid Penyelengaraan Website Depag RI Drs. Faried N. Arif pada pembukaan kegiatan Pelatihan Website di Ruang Simpadu Kanwil Depag NTB, Selasa, 18 Nov '08 .
Ditambahkan, presiden terpilih Amerika Serikat Barack Obama dalam kampanyenya menggunakan media online untuk memikat para pemilih muda di sana. Hal tersebut ternyata berhasil menarik simpati massa hingga membawanya terpilih sebagai presiden ke 44 AS.
Pentingnya meda online, salah satunya internet untuk mencitrakan diri, organisasi, produk dan sejenisnya semakin dirasakan manfaatnya saat ini. Orang di seluruh belahan dunia bisa mengakses dan berkomunikasi dengan kita melalui e-mail, milist, chatting, website ataupun melalui Blog yang sedang tren saat ini. Interaksi antar pengguna bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan dalam waktu yang bersamaan.
Melihat fenomena yang ada tersebut Bid. Penyelenggaraan Website Depag mengadakan Pelatihan Website di Kanwil Depag NTB. Pelatihan sehari penuh tersebut memfokuskan pada pengenalan dan pengorganisasian Website Kanwil Depag NTB yang baru saja diluncurkan.
Akrom Abdullah yang didaulat sebagai pemateri menjelaskan secara gamblang tentang pengelolaan situs web Kanwil Depag NTB, mulai dari pengenalan hingga bagaimana cara memasukkan dan mengedit berita dan sebagainya.
semoga bermanfaat

Sabtu, November 01, 2008

Ratusan Calon Haji Asal NTB Batal Berangkat



Hingga berakhirnya batas waktu

pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 10 September 2008, tercatat sekitar 110 Jamaah Calon Haji (JCH) Nusa Tengggara Barat (NTB) dipastikan batal berangkat. 


"Dengan batalnya berangkat karena tidak melunasi BPIH, hak mereka untuk berangkat pada musim haji 2008 terpaksa dialihkan kepada JCH lain yang semula berangkat tahun 2009," kata Humas Kanwil Departemen Agama NTB, Drs. H. Maad Umar di Mataram, Sabtu (13/9). 

Saat akan mengikuti rapat persiapan pelantikan gubernur terpilih di DPRD NTB dia menjelaskan, selain karena tidak melunasi BPIH batalnya keberangkatan lebih dari 100 JCH NTB tahun 2008, bukan semata faktor keuangan tetapi hal lain seperti kesehatan, meninggal dunia dan ingin bersama-sama berangkat suami-istri. 

"Karena berdasarkan data ada yang suaminya mendaftar tahun 2005 berangkat tahun 2008 dan istrinya mendaftar tahun 2006 berangkat tahun 2009, sehingga mereka memutuskan untuk menunda agar bisa bersama-sama," katanya. 

Menurut ketentuan jika setelah batas waktu pelunasan BPIH tidak dapat dipenuhi oleh para JCH, maka terpaksa dialihkan kepada JCH lain, karena yang menuggu jumlahnya cukup banyak lebih dari puluhan ribu orang. 

Sementara itu, Kabid Haji dan Umroh, Kanwil Depag NTB, M. Ali Fikri mengatakan, besar BPIH untuk tahun 2008 sebesar Rp32.242.220 perorang belum termasuk ongkos tiket angkutan udara dari Bandara Selaparang Mataram menuju Bandara Juanda Surabaya. "Sementara jumlah JCH NTB yang terdaftar sekarang sebanyak 4.464 orang diantaranya 4.228 telah melunasi BPIH dan mereka telah diberikan penataran tentang manasik haji," katanya. 

JCH NTB hingga kini masih menggunakan embarkasi haji "antara" karena belum adanya Bandara yang bisa didarati pesawat berbadan lebar. "Untuk itu jika Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah rampung maka otomatis JCH NTB tidak lagi memakai embarkasi antara di Juanda Surabaya," katanya. (Ant/OL-06)

sumber : mediaindonesia.com

Saatnya, (Tuan Guru Bajang) Memimpin Perubahan

100_9390.jpg

Dalam lagu Indonesia Raya, ada kata-kata Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya. Jadi, yang pertama kita perbaiki di jajaran birokrasi ini adalah membangun jiwa dan moral birokrat kita” (Lombok Post, 27 Oktober 2008). Demikian ungkapan TGH. Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang, Gubernur termuda di Indonesia yang memimpin provinsi NTB.

Masih hangat pemberitaan di Lombok Post sebulan terakhir mengenai mulai diimplementasikannya Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 2008 mengenai Struktur Organisasi Perangkat Daerah. Para pejabat di provinsi maupun di kabupaten/kota ketar-ketir menghadapinya, ada yang bernasib mujur masih dipercaya menduduki jabatan bahkan dipromosi akan tetapi bagi mereka yang apes di-non job-kan, seperti mutasi pejabat di provinsi NTB beberapa waktu lalu, dan beberapa kasus di kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan terakhir di kota Mataram.

Mutasi yang pada hakekatnya adalah dinamika organisasi yang berubah, tumbuh dan berkembang, tetapi tetap saja membawa kegetiran bagi SDM organisasi. Pertanyaannya, bagaimana seharusnya pemimpin dan SDM organisasi dalam menghadapi perubahan yang sangat cepat sedangkan pengalaman masa lalu tidak cukup untuk menjelaskan masa depan ?

Transformasi Birokrasi

Dalam agenda prioritas Gubernur NTB yang baru adalah pemberantasan korupsi di jajaran birokrasi, dengan memfasilitasi penandatanganan MoU anti korupsi antara BPKP RI Perwakilan Denpasar, Kejari NTB dan Polda NTB, dan bagi pejabat eselon II dan III menandatangani Pakta Integritas, yang salah satu isinya adalah kesiapan pejabat untuk langsung mengundurkan diri dari jabatannya jika diisukan terkait korupsi.

Komitmen dan gerakan tersebut haruslah didukung oleh semua elemen masyarakat untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good govenance). Karena penyakit yang selama ini menyengsarakan daerah dan bangsa kita adalah budaya korupsi. “…management deals mostly with status quo, and leadership deals mostly with change..” demikian pendapat pakar transformasi budaya organisasi, John P. Kotter. Transformasi merupakan tugas pemimpin puncak, karena berkaitan dengan perubahan minset dan perilaku yang berkaitan dengan determinan budaya, sehingga lebih mendasar daripada reformasi birokrasi yang bersifat struktural. Namun demikian, keduanya, reformasi, apalagi transformasi harus didorong dari atas (top-down) dengan political will yang kuat disertai keteladanan.

Transformasi berwujud suatu perubahan besar dan radikal yang terjadi di suatu organisasi, seperti layaknya perubahan dari kepompong menjadi kupu-kupu. Suatu perubahan yang tidak cukup hanya dilakukan secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah (incremental), tetapi serentak secara simultan, apalagi menghadapi dinamika perubahan yang demikian cepat. Jadi, jangan berharap reformasi birokrasi, misalnya bisa terjadi, bila pimpinan puncak tidak memiliki visi dan keinginan kuat untuk suatu perubahan.

Padahal mengelola perubahan saat ini dianggap isu utama dalam agenda kepemimpinan kita ke depan. Barack Obama kandidat presiden Amerika misalnya, dengan slogan kampanyennya: “Change, We Need”, dan banyak lagi slogan-slogan dan rumusan dari beberapa calon presiden nasional untuk pilpres tahun 2009.

Sadar akan misi perubahan tersebut, seharusnya kita bisa berperan dalam “kafilah masa depan” dengan menerima tantangannya. Dan jangan hanya disibukkan oleh ruang masa lalu. Kita harus mengambil bagian dalam kebangkitan masa depan itu, karena jika tidak demikian, kita akan tertinggal bahkan tergilas oleh zaman.

Jika mengadopsi “The Ten Challengers and Pain” (Paulus Bambang) yang dihadapi korporat dan mengadaptasinya ke sektor pemerintahan, setidaknya bisa diindentifikasi adanya empat permasalahan mendasar yang memerlukan trasformasi budaya, yaitu pengelolaan perubahan (managing change), pengembangan kepemimpinan (develop leader), pengelolaan SDM (managing people), dan budaya kerja (governance culture).

Paradigma baru, pemerintahan baru, ilmu dan teknologi baru, informasi baru, pendekatan baru silih berganti membawa perubahan dalam sejarah peradaban bangsa kita. Perubahan semakin besar terasa, ketika perputarannya semakin cepat seperti sekarang ini. Di era yang diwarnai dengan gejolak perubahan, mempertahankan status quo bukanlah keputusan yang bijak. Ketika segala sesuatu di sekitar kita berubah, maka perubahan bukan lagi satu pilihan, melainkan keharusan.

Namun, mendengar kata “perubahan” mungkin saja banyak orang yang menjadi khawatir. Menurut John P. kotter dan S. Cohen dalam bukunya “The Heart of Change”, orang terdorong untuk berubah karena ia “melihat” urgensi untuk berubah, “merasakan” kepentingan untuk berubah, dan untuk selanjutnya siap “melakukan”perubahan. Memang Kotter sendiri juga menyadari, bahwa setiap kali manusia dipaksa untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi yang berubah, disitu selalu ada kegetiran.

Ketiga prinsip di atas: “melihat”, “merasakan”, dan melakukan” ternyata bukan bermuara pada pendekatan manajemen, teknis, anggaran, atau pun pendekatan ilmiah yang canggih lainnya, melainkan pada SDM yang terlibat dalam perubahan tersebut. Dengan demikian juga harus berujung pada perubahan sikap manusia.

Memimpin dengan Aksi

Arthur M. Schlesinger Jr dalam bukunya “Dis-Uniting of Amerika: Reflection on A Multicultural Society” (1992), menyatakan bahwa banyak negara di dunia pecah karena gagal memberikan alasan-alasan yang kuat kepada bangsanya yang berasal dari berbagai latar belakang etnis untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari negara yang sama.

Inilah yang sedang dialami oleh Negara dan bangsa kita saat ini. Agaknya kita telah lupa tentang tujuan bersama. Kalau pun ingat-mewujudkan masyarakat adil dan makmur, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia-itu pun miskin implementasi dengan diiringi kurangnya mutual-trust di antara sesama komponen bangsa.

Bertolak dari fakta empirik itu, maka yang dibutuhkan daerah dan bangsa ini adalah tipe kepemimpinan pekerja (work leader), petarung yang tidak sekedar duduk di meja, tetapi memimpin dengan aksi yang memimpin dengan bekerja. Dalam kaitan dengan itu, analisa John H. Zenger dan Joseph Folkman (dalam Lestari, SwaOnline, 2007) menyimpulkan, kompetensi kepemimpinan unggul dikelompokkan dalam lima klaster: (1) karakter, (2) kemampuan personal, (3) keahlian interpersonal, (4) fokus pada hasil, dan (5) memimpin perubahan organisasi. Lima kompetensi tersebut berfungsi sebagai tiang penyangga dan penyungkit kepemimpinan ke level lebih tinggi yang unggul. Diantara kelimanya, karakter merupakan titik sentral, sedangkan elemen lainnya adalah komponen pendukungnya. Elemen keempat dari dari kompetensi kepemimpinan, yaitu fokus pada hasil (outcome) mencakup kemampuan mewujudkan gagasan menjadi serangkaian aksi yang berkelanjutan (sustainable), adalah bagian substansi dari kepemimpinan unggul yang memimpin dengan aksi.

Membangun Etos Keunggulan

Menjadi kewajiban kita semua, agar bisa membawa daerah kita (NTB) dapat bersaing dengan daerah lain sehingga kita tidak lagi berada di level bawah, menapaki tegalan berbatu-batu, lalu mendaki bukit keberhasilan dimana NTB bisa sejajar dengan daerah maju lainnya. Untuk itu kita harus menumbuhkan sebuah kultur baru: “a culture of excellence”-kultur keunggulan-di semua bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan.

Tetapi, tak ada keunggulan apabila kita tidak mampu mendengar panggilan Suara Tuhan, Suara Rakyat. Karena, pondasi segala prestasi keunggulan adalah spiritualitas: nurani yang jernih, hati yang bening, dan akalbudi yang cerah. Dan semuanya itu harus dibasiskan pada prinsip-prinsip sejati: apabila orang bekerja berdasarkan panggilan jiwanya maka ia akan unggul melampaui yang lain. Begtulah mula kisah kemajuan bangsa-bangsa lain, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Jim Collins dalam “Good to Great” (Sinamo, 2007) menampilkan hasil studinya tentang elemen menjadi great company: kepemimpinan yang professional namun rendah hati, pemilihan SDM yang tepat, tegar menghadapi realita, selalu melakukan yang terbaik, membangun kultur disiplin, dan pilihan teknologi yang pas sebagai akselator. Masih ditambahkan, bahwa excellence itu digerakkan oleh visi akbar yang menggetarkan bahkan sanggup meminta pengorbanan dari segenap warganya, dipandu oleh strategi cerdas agar sumberdaya yang terbatas pun bisa cukup, dimotori oleh inovasi-inovasi kreatif, dikawal oleh sikap antisipatif, dan didukung oleh karakter ketekunan.

Apa pun komposisinya, akhirnya kita menyimpulkan bahwa basis keunggulan suatu produk, organisasi, bahkan sebuah bangsa, nyata-nyata dan tak bisa lain, ialah manusia unggul juga: spiritualitasnya, intelektualitasnya, dan etos kerjanya. Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya ! Semoga bermanfaat [s7].

oleh : SU7AS [humaskanwildepagntb]

Kamis, Oktober 30, 2008

Kompetensi Penyuluh Agama

 look2sky

Di lingkungan Departemen Agama diklat yang diberikan kepada penyuluh agama memiliki peran sangat strategis dalam meningkatkan kemampuan penyuluh agama dalam mengoftimalkan tugas dan fungsinya dilapangan. Hal ini disebabkan keberadaan penyuluh agama memiliki makna yang penting dalam mengkomunikasikan ajaran agama dan program-program pembangunan dengan bahasa agama kepada masyarakat.

Pembakuan istilah penyuluh agama dan pengangkatan penyuluh agama dalam jabatan fungsional makin mempertegas eksistensi dan identitas para penyuluh Agama di tengah masyarakat, serta untuk mempertajam tugas dan fungsi yang dijalankan.Sebagaimana dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa tugas pokok penyuluh agama adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Maka, peranan Penyuluh Agama dalam melaksanakan tugas operasional Departemen Agama sangatlah penting dan strategis, karena tugas tersebut tidak hanya melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, tetapi juga memberikan penerangan dan motivasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan melalui pendekatan keagamaan dengan bahasa agama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli (Islam) di Lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat.Pokok permasalahan yang diteliti adalah “bagaimanakah analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi Penyuluh Agama ahli  (Islam) di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?”.

Dari permasalahan dan tujuan penelitian di atas diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:

  1. Manfaat akademik memperkaya pengetahuan dan pemahaman teoritis manajemen sumber daya manusia pada umumnya dan analisis kebutuhan diklat sebagai pendukung pengembangan SDM pada khususnya.
  2. Mamfaat praktis yaitu sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi Kantor Wilayah Departemen Agama dalam mewujudkan Visi dan Misinya.

Adapun teori- teori yang berkenaan dan menjadi dasar dalam penelitian ini adalah:

1.     Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia 

Menurut Mondy dan Noe dalam Human Resource Management mendifinisikan : “Human resource mangement is the utilization of human resource to achieve organization objective”.Dan ditambahkan oleh Mondy dan Noe bahwa :“…six functional areas are associated with effective human resource management : human resource planning,  recruitment, and selection; human resource development, compensation and benefit; safety and health; employee and labor relations; and human resource research”. Sedangkan menurut Dessler dalam Human Resource Management adalah : “Human resource management is the process of acquiring, training, appraising, and compensation employees, and attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”.

Dari pendapat diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan sumberdaya manusia, penarikan dan seleksi, pengembangan sumberdaya manusia, kompensasi dan benefit, keselamatan dan kesehatan, hubungan kerja, dan penelitian sumberdaya manusia, yang pada hakekatnya adalah serangkaian upaya untuk  mengoptimalkan sumber daya sesuai dengan kompetensi yang dituntut organisasi untuk mencapai sasaran dan misinya.

2.     Konsep Pendidikan dan Pelatihan 

Menurut Mondy dan Noe dalam Human Resource Management (1993 :272)  mendifinisikan :“Human resource development (HRD) si planned, continuous effort by management to improve employee competency levels and organizational performance through training, education, and development programs. Training includes those activities that serve to improve an individual’s performance on a currently held job or one related to it. Education consists of learning new skill, knowledge, and attitudes that will anable the employee to assume a new job involving different tasts at some future time. Development involves learning oriented to both personal and organizational growth but is not restricted to a specific present or future job. 

Menurut Flippo (dalam Melayu S.P Hasibuan, 1997 : 68-69) mendifinisikan :“Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh (Education concerned with increasing general knowledge and understanding of our total environment), sedangkan pelatihan adalah merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu (training is the act of increasing the knowledge and skill of an employee for doing a particular job)”.

Menurut pendapat diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh organisasi dalam mengarahkan para pegawainya untuk menguasai berbagai keterampilan dan pengetahuan tertentu yang dibutuhkan pada saat ini maupun pada masa yang akan datang dalam menjawab adanya kesenjangan antara pengetahuan. keterampilan dan sikap pegawai pada suatu organisasi yang dilakukan secara sistimatis dan terus menerus baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja disamping membentuk sikap dan tingkah laku para pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas yang diamanahkan.

3.     Analisis Kebutuhan Diklat 

Analisis kebutuhan menurut Briggs (dalam konsep AKD LAN) adalah “suatu proses untuk menentukan apa yang seharusnya (sasaran-sasaran) dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”.Adapun yang dimaksud dengan Analisis Kebutuhan Diklat menurut Rosset dan Arwady (dalam Konsep Dasar AKD LAN) menyebutkan bahwa : “Training Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru. Dinyatakan Rosset bahwa Training Needs Assessment yang selanjutnya disebut analisis kebutuhan diklat atau penilaian kebutuhan Diklat sering kali di sebut pula sebagai analisis permasalahan, analisis pra diklat, analisis kebutuhan atau analisis pendahuluan.

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa analisis kebutuhan diklat adalah analisis awal atau analisis pra diklat untuk menemukan adanya suatu kesenjangan dalam  pengetahuan, keterampilan dan sikap serta menentukan tipe program pembelajar yang diperlukan dan mengidentifikasi kebutuhan diklat yang sesungguhnya dalam memenuhi kebutuhan standar dari suatu jenis pekerjaan dalam sebuah organisasi.

Menurut Harris dalam Managing people at work (1976:422-423) mengatakan yaitu :“…the determination of training needs in an organization must contain thee types of analyses-organization analysis, operations analysis, and man analysis. Organization analysis centers primarily upon the determination of the organization’s goal, its resources, and the allocation of the resources as they relate to organization goal. The analysis of organization objectives establishes the framework in which training needs can be defined more clearly. Operations analysis “focuses on task or job regardless of employee performing the job.” This analysis includes the determination of the worker must do-the specific behavior required-if the job is to be performed effectively. The concentration here is upon the task at hand not on the individual performing the task.Once the required behavior for each job becomes known, the man analysis can occur. Man analysis reviews the knowledge, attituded, and skills of the incumbent in each position and determines what knowledge, attituded, or skills he must acquire and what alterations in his behavior he must make if he is to contribute satisfactorily to the attainment of organizational objectives.”  Selanjutnya Harris menambahkan dari analisis diatas akan menimbulkan tiga pertanyaan yaitu :“In effect, the analysis proces raises three questions :

  1. Where is the organization going (in term of objectives) ?
  2. What behavior (performance) is necessary from each job incumbent if he is to contribute effectively to the achievement of the organization’s objectives ?
  3. Is each incumbent adequately prepared in knowledge, attitudes, and skill to perform his role effectively ? if he is not, what training will be necessary for him to be adequately prepared. Sejalan dengan pendapat diatas, berdasarkan sistem model organisasi, umumnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkat kebutuhan diklat : Kebutuhan diklat pada tingkat organisasi. Pada bagian manakah/unit kerja manakah yang masih perlu diklat;Kebutuhan diklat pada tingkat jabatan. Pada kebutuhan diklat tingkat jabatan, akan mendeteksi pula pengetahuan, keterampilan dan sikap apa yang masih diperlukan untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab dari suatu jabatan (occupation);Kebutuhan diklat pada tingkat individu. Dalam menetapkan kebutuhan diklat individu harus didahului dengan penetapan kebutuhan diklat organisasi dan kebutuhan diklat jabatan, sehingga dapat menetapkan siapa-siapa yang memerlukan diklat dan diklat apa yang diperlukannya. Disini mengungkapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap apa yang diperlukan individu-individu pemegang jabatan dari organisasi bersangkutan.

Jadi hemat penulis dari pendapat diatas, bahwa identifikasi masalah atau kebutuhan merupakan informasi utama dalam proses analisis kebutuhan diklat. Sehingga  akan terlihat kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap saat ini dengan kemampuan yang diharapkan yaitu kemampuan penyuluh agama ahli di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dapat digunakan oleh Balai Diklat Keagamaan dalam menetukan program diklat yang akan dilaksanakan.

4.     Pentingnya Analisis Kebutuhan Diklat dalam Penyusunan Program Pendidikan dan pelatihan 

Ilyoid A. Stanley dalam Taudjiri (2001) mengemukakan pentingnya analisis kebutuhan pelatihan sebagai berikut :   It is impsible to develop training objectives appropriate if training needs are not properly assessed.  Not every problem will respond to a training solution. It is therefore necessary to separate those problem that will respond to training solution from those which require other forms of intervention. This is facilitated by the proper assessment of training needs.§               The proper assessment of training needs allows for meaningful follow-up to take training activity, in term of providing for the application of new knowledge and skill in the job. Dengan identifikasi kebutuhan diklat yang memang betul-betul diperlukan oleh organisasi melalui analisis kebutuhan diklat sangat memungkinkan tersusunnya program diklat yang relevan dengan jenis  dengan kebutuhan organisasi, hal ini dapat dipahami bahwa identifikasi jenis diklat sebagai hasil dari analisis kebutuhan diklat memang betul-betul didasarkan pada kebutuhan, dimana kegiatan ini bertujuan untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa saja yang diperlukan oleh pegawai dalam menunjang kebutuhan organisasi sebelum penyusunan program diklat. Dan dari tujuan dilaksanakannya analisis kebutuhan diklat disimpulkan antara lain adalah :

  1. Mengumpulkan data dan fakta, kemampuan yang diharapkan dan kemampuan yang senyatanya;
  2. Melahirkan rumpun-rumpun pengetahuan yang diperlukan yang pada gilirannya akan melahirkan kurikulum dan jenis diklat yang diperlukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi.

5.     Faktor-Faktor Penyebab Kebutuhan Diklat 

Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Tidak memenuhi kompetensi jabatan, tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi.Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :

  1. low productivity;
  2. high absenteeism;
  3. high turnover;
  4. low employee morale;
  5. high grievances;
  6. strike;
  7.  low profitability.

Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pendidikan dan pelatihan secara efektif kepada karyawan.Dari beberapa faktor-faktor penyebab kebutuhan diklat diatas, diketahui faktor-faktor yang menghambat dalam meningkatan kompetensi khususnya penyuluh agama dilingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB dengan tingkat perubahan yang sangat cepat dituntut untuk memiliki kemampuan, baik kemampuan pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka semakin jelas urgennya analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan sebelum pelaksanaan program diklat tersebut.

6. Kompetensi

Lucia & Lapsinge (The Art of Science of Competence Models 1999) dalam Syaiful F. Prihadi (2004) :“A competence is build on the foundation of inherent talent and incorporating the types of skill and knowledge that can be acquitted through learning, effort, and experience. The all innate and acquired abilities manafests in a specific set of behaviors.” Bridget Hogg mengatakan : “The characteristic of a manager that lead to the demonstration of skill and abilities which result in effective performance within an occupation area.” Sedangkan Boyatzis (dalam Syaiful F. Prihadi, 2004) mengatakan : “An underlying characteristic of a person which results in effective and/or superior performance on the job.” Dan dari Konferensi pakar SDM di Johannessburg mengatakan : “A cluster of related knowledge, skill, and attitudes that affects a major part of one’s job (role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be measured against well accepted standart, and that can be improved via training and development.

Adapun Dalam buku Sistem Administrasi Negara kesatuan Republik Indonesia (2002), kompetensi sumber daya aparatur diartikan sebagai tingkat keterampilan, pengetahuan dan tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang individu dalam melaksanakan tugas yang ditekankan kepadanya dalam organisasi. Dapat diklasifikasikan dalam empat jenis kompetensi, yaitu :

  1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi.
  2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-tugas organisasi.
  3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya.
  4. Kompetensi Intelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu kemampuan untuk berfikir secara strategic dengan visi jauh kedepan. Senada dengan itu, konsep kompetensi bersama dengan konsep komitmen telah dimaknai sebagai modal manusia, yang secara bersama-sama dengan konsumen dan modal structural membentuk modal intelektual organisasi. Dalam konteks ini, kompetensi atau modal manusia dipandang sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan (ability) individu anggota organisasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional.Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan akumulasi karakteristik yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dengan individu yang lain dalam pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, kompetensi dapat dipandang sebagai suatu modal keberhasilan suatu organisasi.

7. Penyuluhan Agama

Dalam Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya (Bimas Islam dan Urusan Haji, 2000) pada pasal 1 disebutkan :“Penyuluhan Agama adalah suatu kegiatan bimbingan atau penyuluhan Agama dan pembangunan melalui bahasa agama untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional”. Sedangkan menurut M. Arifin (1979:21) yang dimaksud dengan penyuluhan agama adalah :“Segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa”.

Penyuluhan agama Islam adalah pemberian nasihat tentang kepercayaan atau keyakinan, tata kehidupan manusia dari seseorang kepada orang lainnya dengan cara berhadapan langsung dengan tujuan orang itu mampu menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran yang diberikan. Di kalangan masyarakat Islam telah dikenal pula prinsip-prinsip penyuluhan tersebut dalam al-Qur’an disebutkan yakni :“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat dari Tuhanmu dan merupakan obat penyembuh (penyakit jiwa) yang ada di dalam dadamu dan ia menjadi petunjuk dan rahmat bagi yang beriman” (QS. Yunus : 57).  Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman :“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125). Memperhatikan ayat-ayat diatas, berarti Allah memberikan petunjuk kepada umatnya tentang penyuluhan itu diperlukan, dan tugas itu sekaligus sebagai salah satu ciri dari orang yang beriman.

Berdasar  Keputusan Menko Wasbang PAN Nomor : 54/Kep/MK.WASPAN/9/1999, tentang Jabatan Fungsioal Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tangung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama”.

Selanjutnya Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 574 Tahun 1999 dan Nomor : 178 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Dalam SKB tersebut ditetapkan bahwa Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama”.

Dalam Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya (Bimas Islam dan Urusan Haji, 2000) dalam pasal 1 di sebutkan :“Penyuluh Agama adalah Pegawai negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama”.

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor : 516 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Dan Angka Kreditnya, Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama”.  Dari pengertian-pengertian diatas yang dimaksud dengan Penyuluh Agama adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama.                   
maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah analisis organisasi pada Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam menyelenggaraan fungsi Pekapontren & Penamas ?
  2. Bagaimanakah pelaksanaan analisis jabatan bagi penyuluh agama ahli (Islam) dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?
  3. agaimanakah analisis individu penyuluh agama ahli (Islam) dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?

Sedangkan untuk mengolah hasil  penelitian ini menggunakan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan study pustaka.Adapun key informan dalam penelitian ini adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Kantor Departemen Agama Kota Mataram,  Kepala Bidang Pendidikan  Keagamaan Pondok Pesantren dan Penamas Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Seksi Penyuluhan dan Publikasi Dakwah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut :

Daftar Key Informan  Penelitian 

NoInforman JumlahKet
1234
1Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat1Wawancara terstruktur
2Kepala Kantor Departemen Agama Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat1Wawancara terstruktur
3Kepala Bidang Peka Pontren dan Penamas Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat1Wawancara terstruktur
4Kepala Seksi Penyuluhan dan Publikasi Dakwah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat1Wawancara terstruktur
JUMLAH4

Adapun tahapan-tahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan data, yaitu data dikumpulkan berasal dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
  2. Mengklasifikasi Materi Data, langkah ini dimaksudkan untuk memilih data yang representatif dan dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Mengklasifikasikan materi data dilakukan dengan menegkelompokan data-data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
  3. Editing, yaitu melakukan penelaahan terhadap data yang terkumpul melalui teknik – teknik yang dipergunakan, selanjutnya dilakukan penelitian dan pemeriksaan kebenaran serta perbaikan apabila terdapat kesalahan sehingga memudahkan proses penelitian lebih lanjut.
  4. Menyajikan data yaitu data yang telah ada dideskrifsikan secara verbal kemudian diberikan penjelasan dan uraian berdasarkan pemikiran logis serta memberikan argumentasi dan ditarik kesimpulan.

Dalam melakukan analisis data diskriptif kualitatif, maka data yang telah dikumpulkan dari wawancara, observasi dan studi pustaka diuraikan dengan bahasa verbal yang kemudian ditarik kesimpulan.

Menurut Arikunto (1998 : 245) Analisis data deskriptif kualitatif adalah :“Menganalisis dengan deskriptif kualitatif adalah memberikan predikat kepada variabel yang diteliti sesuai kondisi yang sebenarnya. Predikat yang diberikan tersebut dalam bentuk peringkat yang sebanding dengan atau atas dasar kondisi yang diinginkan. Agar pemberian predikat dapat tepat maka sebelum dilakukan pemberian predikat, kondisi tersebut diukur dengan persentase baru kemudian di transfer ke predikat”.

Menurut Irawan ( 2004:78-79 ) menyatakan bahwa :  “Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif            (“grounded“). Peneliti membangun kesimpulan penelitiannya dengan cara “mengabstraksikan” data-data empiris yang dikumpulkannya dari lapangan, dan mencari pola-pola yang terdapat didalam data-data tersebut”.

Sedangkan menurut Selltiz,et.all (1967 : 75) menjelaskan pengertian proses analisis suatu penelitian deskriptif sebagai berikut : “Analyzing the result of descriptive study … the process of analysis in cludes : coding the interview replies, observation, etc ( placing each item in the appropriate category ) and tabulating the data ( counting the number of items in each category )”.Yang artinya proses analisis meliputi : memberikan kode jawaban wawancara, observasi, dan lain-lain (menempatkan setiap jawaban dalam katagori yang sesuai, menyusun data).Karena analisis data yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, maka seluruh data mengenai aspek-aspek penelitian akan didapat dengan cara terjun langsung kelapangan yaitu dengan menggunakan ketiga metode tersebut diatas. Untuk menjaga konsistensi proses analisis maka masing-masing pertanyaan penelitian ini akan dianalisis satu persatu. Dimana pengolahan data akan dideskripsikan dalam suatu penjelasan deskkriptif dalam bentuk bahasa verbal yang kemudian ditarik kesimpulan, yang pada akhirnya analisis diharapkan akan dapat mengemukan gambaran yang jelas tentang bagaimana kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli (Islam) di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan hasil analisis terhadap sejumlah data yang diperoleh malalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan study pustaka dapat ditarik beberapa kesimpulan  antara lain :

1.   Analisis Organisasi (Organization Analysis)

Bidang Pekapontren dan Penamas Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB mempunyai tugas dan fungsi  pelaksanaan penyuluhan atau bimbingan agama pada masyarakat dan pembangunan terdapat beberapa permasalahan-permasalahan yang mendesak yang harus dengan segera diselesaikan diantaranya sebagai berikut :

  • Dalam pelaksanaan program-program penyuluhan atau bimbingan agama pada masyarakat dan pembangunan belum berjalan optimal sebagaimana dalam visi dan misi Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB, ini disebabkan masih kurangnya peran penyuluh agama ahli di masyarakat, baik kualitas dalam pelaksanaan penyuluhan agama dan pembangunan maupun kuantitasnya yang masih terbatas dan adanya penyuluh agama peralihan yang harus segera disesuaikan dengan kemampuannya.
  • Penyuluh agama ahli masih berperan ganda, selain sebagai penyuluh agama, juga sebagai staf administrasi, untuk terlaksananya bimbingan atau penyuluhan agama di masyarakat dengan optimal agar penyuluh agama tidak dilibatkan menjadi staf administrasi dan dengan mengaktifkan Pokjaluh (kelompok Kerja Penyuluh Agama) di setiap kabupaten/kota.
  • Minimnya program-program pembinaan bagi penyuluh agama ahli, dan minimnya diklat penyuluh agama ahli, maka Bidang Pekapontren dan Penamas harus memperbanyak program-program yang sesuai bagi penyuluh agama dalam DIPA dan peningkatan program diklat bagi penyuluh agama yang dilaksanakan oleh Balai Diklat Keagamaan Denpasar.

2.           Analisis Jabatan  (occupation analysis)

Dalam rincian kegiatan penyuluh agama ahli dilingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB, kompetensi yang masih diperlukan adalah sebagai berikut :

  • Rincian kegiatan penyuluh agama ahli yang ada belum dapat dilaksanakan oleh penyuluh agama ahli secara mandiri, dan belum terakomodirnya permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi oleh penyuluh agama ahli. Seperti, manajemen konflik, pengetahuan pengembangan sektor kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, budaya dan perlunya pengetahuan tata ruang dan muatan lokal.
  • Dalam persiapan bimbingan atau penyuluhan belum dilaksanakannya identifikasi potensi wilayah atau kelompok sasaran. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang community development pada wilayah sasaran penyuluh agama ahli.
  • Pelaksanaan penyuluhan agama yang dilaksanakan selama ini oleh penyuluh agama ahli melalui tatap muka dan sasaran atau objek penyuluhan yang menjadi prioritas  adalah sebagian besar di wilayah perkotaan. Maka diperlukan bimbingan agama yang lebih instensif dengan proaktif melaksanakan bimbingan agama pada masyarakat yang bermasalah dari rumah ke rumah (door to door).
  • Dalam menyusun hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan bervariasi bahkan penyuluh agama ahli seringkali menyerahkan laporan tersebut ketika menyerahkan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK). Maka diperlukan instrumen laporan yang terstruktur secara priodik sebagai masukan bagi institusi dalam merancang rencana kerja penyuluhan atau bimbingan agama dan pembangunan selanjutnya.

3.           Analisis Individu (individual analysis)

Kompetensi penyuluh agama ahli dilingkungan Kanwil Departemen Agama provinsi NTB saat ini adalah sebagai berikut :

  • Penyuluh agama ahli yang ada masih kurang pengetahuan dan kemampuannya, terutama pada pengembangan bimbingan atau penyuluhan seperti, menyusun pedoman atau petunjuk pelaksana, perumusan arah kebijakan pengembangan bimbingan atau penyuluhan, pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan. Maka diperlukan pedoman atau peta dakwah seperti, muatan lokal dan community development dan menentukan daerah-daerah rawan konflik atau daerah yang bermasalah sebagai prioritas dakwah dari tingkat kecamatan hingga ke tingkat kabupaten se Nusa Tenggara Barat.
  • Penyuluh agama ahli yang ada dalam pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan hanya mengandalkan pengalamannya selama menjadi penyuluh agama, maka diperlukan tambahan pengetahuan dan keterampilan dibidang lain seperti, masalah kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekomoni, seni dan budaya, keterampilan dalam mengakses informasi dan teknologi serta keterampilan dalam menulis karya ilmiah.
  • Dalam bidang sosial penyuluh agama ahli masih terfokus pada kelompok binaannya, maka diperlukan komunikasi yang intensif dengan penyuluh agama lainnya dalam membina jaringan hubungan langsung antar penyuluh agama, sehingga jika gangguan keserasian hubungan antar umat beragama segera dapat dirumuskan penyelesaiannya dan menumbuhkembangkan semangat kerukunan melalui kegiatan kemanusian, sehingga masyarakat dapat membudayakan kerukunan beragama di masyarakat.
  • Kelompok kerja penyuluh agama (Pokjaluh) yang ada di lingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB belum berperan optimal dalam menangungi pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan, maka diperlukan kompetensi manajerial dalam menyusun program-program kerja penyuluh agama ahli dengan mengikuti diklat penyuluh agama ahli sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 untuk meningkatkan kompetensi Penyuluh Agama Ahli adalah :
    • Diklat calon penyuluh agama;
    • Diklat penyuluh agama fungsional tingkat dasar dan tingkat lanjutan;
    • Diklat teknis pengembangan profesi penyuluh agama;
    • Diklat instruktur penyuluh agama;
    • Diklat manajemen penyuluh agama.

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan yang penulis lakukan, maka penulis memberikan saran- saran bagi Penyuluh Agama Ahli guna meningkatan kompetensi  sebagai berikut :

  1. Mencermati peran serta dan wibawa aparatur dilingkungan  Kanwil Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam kegiatan sosial keagamaan ditengah-tengah masyarakat perlunya pembinaan dan pengembangan wawasan, pengetahuan dan kemampuan setiap pegawai, dan proaktif meningkatkan kualitas keberagamaan dan menciptakan kerukunan dan toleransi ditengah kemajemukan masyarakat sehingga tercipta aparatur pemerintah yang profesional dan amanah.
  2. Dari hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa latar belakang kebutuhan diklat yang diperlukan oleh penyuluh agama ahli tidak melalui kebutuhan diklat yang matang sebagaimana dalam analisa, maka berdasarkan hasil analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh agama ahli maka perlu dalam pelaksanaan program diklat seperti di dalam kurikulum dimuat hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli seperti, Kompetensi Teknis (Technical Competence), seperti Keterampilan dalam metodologi (teknik penyampaian), Bidang pemberdayaan ekonomi, Bidang pendidikan, Bidang kesehatan keluarga, Bidang seni dan budaya, Keterampilan dalam menulis karya ilmiah, Keterampilan dalam mengakses teknologi dan informasi.   Kompetensi Manajerial (Managerial Competence), Kompetensi Sosial (Social Competence), dan Kompetensi Intelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) seperti Pengembangan bimbingan atau penyuluhan, Pengetahuan tata ruang dan muatan lokal, Pengetahuan Community development pada wilayah sasaran atau kelompok binaannya, dan Manajemen konflik.
  3. Untuk dapat menilai sejauhmana kompetensi dari pegawai, maka hendaknya pegawai menyusun kompetensi yang dimilikinya, sehingga pegawai memiliki pengetahuan dan kemampuan akan jabatan yang diembannya, dan pimpinan mengetahui kapasitas pegawai yang akan diberi amanah.

Semoga bermanfaat...s7

Sabtu, Agustus 02, 2008

PENGERTIAN KONFLIK

Konflik adalah suatu bentuk hubungan interaksi seseorang dengan orang lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain, dimana masing-masing pihak secara sadar, berkemauan, berpeluang dan berkemampuan saling melakukan tindakan untuk mempertentangkan suatu isu yang diangkat dan dipermasalahkan antara yang satu dengan yang lain berdasarkan alasan tertentu.

Konflik vertical adalah suatu hubungan interaksi antara satu kelas social yang berbeda tingkatan akibat adanya pertentangan kepentingan yang difasilitasi atau kelompok sosil yang berbeda di satu pihak dengan satu kelompok di pihak lainnya;

Konflik horizontal adalah suatu hubungan interaksi vertikal (antar kelas sosial) yang memanfaatkan secara sengaja menciptakan konflik horizontal, dan atau sebaliknya suatu konflik horizontal yang memanfaatkan/secara sengaja menciptakan konflik, sebagai kamuplase atau cara untuk mendukung terwujudnya tujuan atau kondisi yang dikehendaki;

Kerusuhan adalah merupakan tindakan suatu kelompok orang yang berkehendak menyampaikan sesuatu atau melakukan sesuatu tujuan secara bersama-sama, yang menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan ketentraman umum dengan adanya kegaduhan dan kekacauan yang menggunakan kekerasan, perusakan dan pengambilan;

Korban adalah orang atau benda atau barang yang akibat sesuatu tindakan atau perlakukan mengakibatkan kematian, kerusakan, kehancuran;

Dinamika adalah kekuatan yang dating dari dalam atau dari luar yang dapat mempengaruhi suatu kehidupan organisasi atau lingkungan kehidupan masyarakat;

Rehabilitasi adalah suatu proses untuk membantu masyarakat yang terkena berncana termasuk sarana dan prasarana agar segera berfungsi kembali, memulihkan tata kehidupa serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana berdasarkan azas kemandirian agar kembali mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik;

POTENSI KONFLIK DI NTB

1. Potensi konflik yang berimplikasi disintegrasi bangsa.
     a. Solidaritas komunitas kolektif yang dilandasi oleh ikatan emosional yang tidak rasional.
     b. Keragaman Suku/Etnis/Agama
     c. Kegiatan agama
         - Pendirian Rumah Ibadah
         - Penyiaran Agama
         - Perayaan Hari Agama
         - Perbedaan Agama
         - Perkawinan Antar Agama
         - Bantuan Luar Negeri
         - Aliran Sehat
    d. Penyelenggaraan Otonomi Daerah
        - Kompetisi dalam merebut jabatan strategis
        - Pendekatan Struktural/Primodial
        - Kebijaksanaan yang tidak mampu mengkoordinir berbagai organisasi dan keberagaman
        - Penyediaan aset ekonomi yang eksklusif sehingga tidak dapat dijangkau secara merata
        - Pendekatan kekerabatan yang kental dengan KKN
   e. Faktor-faktor lain
       - Pembuatan ekses ekonomi dan kekuasaan
       - Perbedaan persepsi dan benturan antar nilai
       - Kompetisi terhadap asset yang memberi nilai tambah
       - Kesenjangan ekonomi
       - Perbedaan kepentingan politik
       - Provokasi dan premanisme 
       - Kebencian terhadap kelompok/orang tertentu
       - Persaingan masa lalu
       - Perbedaan individual
       - Tarik menarik kepentingan
       - Benturan antara kepentingan masyarakat
       - Perbedaan gagasan dan kebijaksanaan dalam menyikapi sesuatu
       - Perbedaan nilai sosbud dalam merespon suatu ajaran
       - Menggeneralisasi issu dan persoalan yang muncul
       - Memudarnya/mandulnya kearifan lokal
       - Dominasi pengelolaan Sumber Daya Alam dan kepentingan dalam perindustrian
       - Simbul komunitas dihadapkan dengan simbul komunitas lain
       - Kepadatan penduduk yang melampaui daya dukung wilayah
       - Penyerobotan tanah
       - Pengaruh alih tehnologi
       - Pengaruh budaya mardial/global

   2. Potensi rawan Soskam yang berimplikasi Kamtrantib
       a. Pencurian
       b. Pembunuhan
       c. Penganiayaan
       d. Pemerkosaan
       e. Perkelahian (individu/kelompok)
       f. Uang/pemalsuan uang
       g. Pemalsuan obat dan makanan
       h. Narkoba dan Psychatropika
        i. Penyelundupan
       j. Miras
      k. Kenakalan remaja
       l. Bencana alam (gempa, banjir, kebakaran)
     m. Pembakaran
      n. Premanisme
      o. Provokasi dan selebaran
      p. Pam Swakarsa lintas Kota /Kabupaten
      q. Penggunaan HT
      r. Perebutan lahan ekonomi/usaha
      s. Pedagang kaki lima (PKL)
      t. Pencemaran lingkungan (Lombok Industri)
      u. Perusakan lingkungan pengemboman ikan pengembalian karang, perambahan hutan
      v. Penipuan
     w. Dukun palsu, santet, pengobatan tradisional.
      x. Penjambretan
      y. Perjudian, dll.

Senin, Juni 30, 2008

Budaya Sasak Lombok

H. Sudirman, S.Pd.

Budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan (Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 1997 : 149). E.B. Taylor menguraikan bahwa budaya meliputi aspek-aspek pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tim Dosen UNJ, 2004 : 27). Sedangkan Sasak Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu, yang berasal dari kata ” Sa’sa’ Loombo” yang berasal dari sa`= satu dan lombo` = lurus. maka, Sasak Lombok berarti satu-satunya kelurusan. Orang Sasak Lombok kurang lebih artinya orang yang menjunjung tinggi kelurusan/kejujuran/polos.
Dengan demikian, Budaya Sasak Lombok adalah bahwa budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh dalam kehidupan masyakarat Sasak Lombok.
A.Peran
Dalam perjalanan sejarah orang-orang Sasak Lombok sejak eksistensinya di Gumi Sasak tentu memiliki nilai-nilai yang diekspresikan, dihormati, dan dipegang teguh (budaya). Seiring perjalanan waktu, budaya-budaya tersebut mengalami pasang surut perkembangan karena munculnya tokoh-tokoh pembaharu yang berupaya untuk mengkaji ulang kembali dengan tujuan menggantikannya atau memperbaiki sebagiannya. Bagaimanapun proses perubahan-perubahan yang terjadi, marilah kita mencoba mengkaji juga peran budaya dalam kehidupan bermasyarakat,
Budaya terkadang bersifat sangat abstrak dan menjadi wadah perekat sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Didalamnya terjadi interaksi sosial yang dapat menjalin dan menumbuhkembangkan rasa persaudaraan dan kebersamaan. Untuk dapat sedikit memberikan gambaran tentang peran budaya sebagai perekat social dalam kehidupan bermasyarakat. Diuraikan tradisi-tradisi (kebiasaan-beiasaan), antara lain :
1.Saling sapa dan jabat tangan, sederhana memang kelihatannya perlakuan seperti ini akan tetapi orang lain dapat memberikan penilaian yang baik sehingga akan semakin tumbuh kebersamaan, dan rasa kekeluargaan
2.Bersilaturrahmi, menjengok orang sakit, Bersilaturrahmi yang dilakukan bukan hanya sebatas ketika membutuhkan orang yang bersangkutan. Hal ini memiliki dampak psikologis yang kurang baik terhadap orang yang didatangi. Oleh karena itu, membutuhkan atau tidak sangatlah tepat untuk terus dilakukan, ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, menjenguk orang yang sakit, sungguh hal ini dapat memberikan motivasi, semangat yang besar bagi yang sakit sehingga proses penyembuhannya semakin cepat. Tentunya, orang yang sakit selalu akan mengingat kebaikan-kebaikan dari penjenguk. Hal ini merupakan suatu bentuk perekat sosial yang sangat baik
3.Saling menghargai, Adanya penerimaan dan bersedia sebagai obyek ketika subyek memiliki pendapat. Saling menghargai bukan hanya inter golongan akan tetapi juga antar golongan termasuk perbedaan suku, ras, dan agama. Di Lombok secara lebih khusus, haruslah kita melestarikan hubungan dengan beberapa etnis yang ada seperti etnis Bali, Cina, Arab dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kita harus menghilangkan, atau meminimalisir disharmoni antar golongan tersebut. Dalam hal ini, Perlu disajikan apa yang ditulis oleh I Gde Mandia, AH dan I Ketut Panca Putra, BA dalam sebuah artikel Melestarikan Hubungan Harmonis Antara Etnis Sasak dan Bali di Lombok Tahun 2002, sebagai berikut :
“Khususnya kami yang mewakili etnis Bali menyampaikan terimakasih yang dalam, kepada saudara-saudara kami etnis Sasak yang dalam hal ini berposisi sebagai tuan rumah yang bukan saja baik, tapi sangat baik. Bukan saja baik terhadap etnis Bali tetapi kepada semua etnis pendatang”.
Akan tetapi perlu pula disajikan apa yang ditulis oleh Ir H. Jelengga dalam sebuah tulisan “Kerajaan Pejanggik & Pasca Pejanggik (Sejarah Lombok Versi Pejanggik)” sebagai berikut :
“Keberadaan suku Bali yang beragama Hindu di-Lombok, telah melalui proses panjang dan kenyataan sejarah, sehingga mereka berhak disebut dan menyebut dirinya Orang Lombok Ber-Etnis Bali. ….Ekspansi Karang Asem berlatar belakang ekonomi bukan politik karena pada kenyataannya lebih banyak orang Hindu masuk Islam daripada Orang Islam khususnya Sasak yang masuk Hindu….Bahwa sejarah adalah masa lalu yang telah lenyap. Kita tidak bisa memutar peredaran waktu mundur ke belakang menghapus dan meniadakan yang pahit dan yang buruk dan tidak bias diukur dengan nilai masa kini. Yang terpenting adalah mengambil hikmah dan pelajaran dari masa lalu untuk menapak masa depan. Bahwa kita bias hidup dengan kebersamaan di tengah perbedaan karena perbedaan adalah hikmah. Tuhan sengaja menciptakannya untuk kita saling kenal mengenal”

Selain peran-peran tersebut, budaya memiliki peran-peran yang sangat strategis untuk menunjukkan karakteristik masyarakat, asset pariwisata budaya, rekreasi bagi bagi masyarakat dan lain-lain.
Untuk memaksimalkan peran budaya tentunya harus didukung etika, sopan santun agar membuahkan pandangan yang menyenangkan baik dari segi martabat ”quality” dan penampilan ”appearance” yang baik, meliputi : (Umar Berlian, 2008)
1.Keluwesan ”charme” yaitu suatu sikap dan keadaan pribadi seseorang yang menggambarkan kebaikan hati dan perhatian terhadap sesama manusia.
2.Cara berpakaian yang menyangkut kecocokan, keserasian, dan ketepatan situasi dan kondisi, harus menampakkan kerapian, dan senang dipandang, terlebih lagi kita berada dalam suatu pergaulan resmi seperti menghadiri acara resmi kemasyarakatan
3.Cara bercakap-cakap. Orang dapat menarik percakapannya karena ia berpengalaman luas atau cara-caranya ia menerangkan sesuatu. Perlihatkan bahwa kita memberikan perhatian terhadap orang lain. Jikalau kita tidak memiliki pembawaan untuk bercakap-cakap dengan mudah, kita dapat menyesuaikannya dengan cara mendengarkan pembicaraan orang lain sepenuhnya.
4.Menata gerak-gerik fisik seperti berjalan, duduk, makan dan minum dan berbicara dihapan umum ”public speaking”. Pada prinsipnya kita harus dapat melakukannya dengan baik dan mengaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
B.Nilai-Nilai
Budaya memiliki nilai-nilai yang dapat mengantarkan masyarakat pendukungnya menuju kehidupan yang lebih baik. Budaya Sasak memiliki nilai-nilai filosofis yang agung, justru menjadi sebuah konsep dalam peradaban modern. Beberapa konsep-konsep yang dimaksudkan antara lain :
1.Pemerintahan yang bersih (Clean Goverment() terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Ketika mereka menyelesaikan sebuah kasus (Problem Solving), mereka melalui musyawarah (demokrasi) yang dilaksanakan di tempat terbuka seperti berugak, mereka duduk secara bersama tanpa ada yang harus disembunyikan,
2.Perlindungan terhadap alam (Save Our Nation), permasalahan yang saat ini sedang mengemuka adalah “pemanasan global”. Perlindungan terhadap alam, para pendahulu kita sebelum melakukan proses penanaman padi ataupun penebangan kayu mereka awali dengan upacara “Ngayu-Ayu”, yang berisi pesan-pesan moral untuk tetap memperhatikan kelestarian alam, mereka tidak sembarangan kalau mau memanfaatkan sumber daya alam,
3.Ketahanan Pangan (Food Survival), nenek moyang di Gumi Sasak, jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka menyimpan padi di lumbung dengan menggunakan sekat-sekat. Sekat-sekat tersebut menunjukkan adanya tahapan pemanfaatan secara teroorganisir artinya bila telah sampai pada tahapan akhir. Harus warning untuk mereka berhemat-hemat dalam mempergunakan bahan pangan.
4.Persatuan, Kesatuan dan Rela Berkorban, budaya bau nyale memiliki nilai filosofis yang sangat dalam. Dalam sebuah legenda, ketimbang akan menimbulkan perpecahan di antara sesama, maka Putri Mandalika mengorbankan dirinya sehingga seluruhnya dapat mengambil manfaat darinya.
5.Keselamatan, seperti acara Rebo Buntung yang dilaksanakan pada hari Rabu, minggu terakhir di bulan Safar. Khusus di Pringgabaya, tradisi tersebut dilakukan dengan membuang tiga macam sunsunan sebagai perlambang adanya tiga fase yang dilalui oleh masyarakat sasak serta bertujuan untuk menolak bala. Tiga macam sunsunan tersebut yaitu
a.Sunsunan Ratu, yang di dalamnya terdapat Ayam Hitam melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase animisme
b.Susunan Wali, yang didalamnya terdapat Ayam Bengkuning melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase Islam Wetu Telu (Sinkretisme antara ajaran Animisme, Hindu dan Islam)
c.Sunsunan Rasul, yang di dalamnya terdapat Ayam Putih Mulus melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak sedang melalui fase Islam Waktu Lima (sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW) seperti yang sekarang ini.
6.Keimanan terhadap Allah SWT, dalam berpakaian masyarakat suku Sasak menggunakan sapu’ (ikat kepala) yang ujung bagian depannya lancip ke atas, menunjukkan akan pengakuannya terhadap Allah SWT. Dimana saja dia berada harus ingat kepada Sang Khalik yang menciptakannya

C.Internalisasi
Perkembangan sains dan teknologi di abad ultra modern ini telah memberikan manfaat terhadap hidup dan kehidupan manusia, akan tetapi disisi yang lain telah memberikan dampak yang sangat memprihatinkan terhadap minusnya apresiasi nilai-nilai yang telah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat. Minusnya nilai-nilai tersebut berimbas terhadap pola prilaku dan dekadensi moral yang kian sulit diatasi. Egoistis dan individualistis semakin mengedepan. Pembunuhan, pemerkosaan, perampokan serta kenakalan remaja yang kita saksikan lewat media massa merupakan masalah eksponensial yang harus dicarikan solusi pemecahan masalahnya.
Kehilangan jati diri berarti kehilangan nilai-nilai yang mengakar dan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Bangsa yang maju adalah bangsa yang dapat membangun dengan karakteristiknya tanpa harus meniru bangsa lain. Dengan kata lain “Pembangunan yang dilakukan dengan meninggalkan nilai-nilai budaya suatu bangsa adalah kemustahilan”. Kalaupun ada bangsa yang disebut maju, kemudian meninggalkan nilai-nilai yang paling hakiki dalam hidupnya, manusia sesungguhnya kemajuan semu dan gersang yang diperoleh. Oleh sebab itu, perlu dilakukan internalisasi nilai-nilai budaya yang positif melalui lingkungan keluarga (informal), lingkungan masyarakat (non formal), lembaga pendidikan (formal).
Jika dalam penulisan artikel ini terdapat kekurangan, tiang nunas ma’af yang sebesar-besarnya. “te saling junjung leq kebagusan, te saling periri leq kekurangan” tiang sudah berupaya untuk menulis sebagaimana Songgak Sasak “aik mening tunjung tilah, mpak bau”. (ibarat mengambil helai rambut dari tepung).


Penulis,
H. Sudirman, S.Pd. (Masbagik, 1969).
Guru YDPK MTsN Model Selong

OPTIMIS !

ORANG OPTIMIS BUKANLAH ORANG YANG KARENA MELIHAT JALAN MULUS DI HADAPANNYA, TETAPI ORANG YANG YAKIN 100% DAN BERANI UNTUK MENGATASI SETIAP TANTANGAN YANG MENGHADANG. (Le guan zhe yu bei guan zhe)
Ada 2 macam manusia dalam menyikapi hidup ini, satu sikap orang yang pesimis dan ke-dua adalah orang yang bersikap optimis.
Tipe pertama orang pesimis, bagi orang pesimis kehidupannya lebih banyak dikuasai oleh pikiran yang negatif, hidup penuh kebimbangan dan keraguan, tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, kepercayaan dirinya mudah goyah dan mudah putus asa kalau menemui kesulitan atau kegagalan, selalu mencari alasan dengan menyalahkan keadaan dan orang lain sebagai proteksi untuk membenarkan dirinya sendiri, padahal di dalam dirinya dia tahu bahwa betapa rapuh mentalnya, orang pesimis lebih percaya bahwa sukses hanyalah karena kebetulan, keberuntungan atau nasib semata.
Tentu orang dengan sikap mental pesimis seperti ini, dia telah mengidap penyakit miskin mental, jika mental kita sudah miskin, maka tidak akan mampu menciptakan prestasi yang maksimal dan mana mungkin nasib jelek bisa dirubah menjadi lebih baik.
Tipe ke 2 adalah orang optimis, bagi orang yang memiliki sikap optimis, kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. orang optimis bukanlah karena melihat jalan mulus di hadapannya, tetapi orang yang mempunyai keyakinan 100% dalam melaksanakan apa yang harus diperjuangkan, orang optimis tahu dan sadar bahwa dalam setiap proses perjuangannya pasti akan menghadapi krikiil -krikil kecil ataupun bebatuan besar yang selalu menghadang!
Orang optimis siap dan berani untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang merintanginya, Bahkan disaat mengalami kegagalan sekalipun tidak akan membuat dia patah semangat, karena dia tau ada proses pembelajaran disetiap kegagalan yang dia alami.
Tentu orang yang punya sikap mental optimis demikian adalah orang yang memiliki kekayaan mental. dan Hanya orang yang mempunyai kekayaan mental, yang mampu mengubah nasib jelek menjadi lebih baik.
Jika anda, saya dan kita semua secara bersama-sama mampu membangun kekayaan mental dengan berkesinambungan, mampu menjalani hidup ini dengan optimis dan aktif, tentu secara langsung akan berpengaruh pada kehidupan kita pribadi serta kehidupan keluarga, dan dari kehidupan keluarga -keluarga yang semangat, optimis dan aktif akan mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas, yang pada akhirnya akan menjadi kekuatan sinergi sebagai kontributor dalam membangun Indonesia sekaligus mengembalikan jati diri bangsa! Kalau bukan kita yang membangun Indonesia, lalu siapa?